Responsive Banner design
Home » » Asal Usul Sejarah Kota Jepara

Asal Usul Sejarah Kota Jepara



Info Seputar Jepara - Tome Pires menulis bukunya yang sangat terkenal, Suma Oriental, buku tersebut menceritakan tentang catatan perjalanannya di pantura pulau jawa. Dalam bukunya Tome Pires menuliskan bahwa pada tahun 1470 kota pantai ini dipimpin oleh seorang bernama Aryo Timur dan saat itu baru dihuni sekitar 90 - 100 orang. Dalam kepemimpinan Aryo Timur saat itu bisa dibilang sangat berhasil dan sukses mengembangkan kota pantai kecil menjadi sebuah kota yang cukup terkenal.

 Sekitar tahun 1507 Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus, dalam masa kepemimpinannya, Pati Unus berhasil meneruskan perjuangan ayahnya Aryo Seto dalam bidang Ekonomi, bahkan Pati Unus juga berhasil mengembangkan armada perangnya dan menjadikan Jepara sebagai salah satu pusat perdagangan di pulau jawa. Lima tahun sejak memimpin Jepara, Pati Unus telah berhasil menggabungkan armada perang miliknya dengan armada perang dari palembang untuk menyerang kolonialisme Portugis yang ada di Malaka karena di di anggap mengancam kedaulatan Jepara saat itu, akan tetapi dalam penyerangan tersebut Pati Unus gagal dari 100 kapal yang dikirim ke Malaka hanya 8 buah kapal yang bisa kembali ke Jepara.

 
Pati Unus kemudian digantikan oleh ipar Falatehan, yang namanya tidak tercatat dalam sejarah. Ia berkuasa tahun 1521 hingga tahun 1536. Dalam pemerintahannya, Jepara ikut membantu Falatehan dalam merebut Banten dan Sunda Kelapa, termasuk mengusir bangsa Portugis dari Sunda Kelapa tahun 1527.

Kemudian pada tahun 1536 oleh Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada menantunya yang bernama Pangeran Hadirin. Suami dari Retno Kencono ini akhirnya dibunuh oleh Ario Penangsang, sebagai akibat dari perebutan kekuasaan di kerajaan Demak. Kematian Pangeran Hadirin membuat Retno Kencana sangat berduka sehingga ia bertapa di bukit Danaraja. Ia berjanji, tidak akan berhenti bertapa sebelum pembunuh suaminya tewas. Harapan Retno Kencana ini akhirnya terwujud setelah Ario Penangsang dibunuh oleh Sutowijoyo dengan tombak Kyai Plared.

Saat mengetahui Ario Penangsang telah terbunuh Retno Kencana kemudian turun dari pertapaannya dan dilantik sebagai penguasa Jepara dengan gelar Ratu Kalinyamat. Penobatan ini berlangsung dengan Surya Sengkolo Trus Karya Tataning Bumi yang dilakukan tanggal 12 Rabiul Awal atau tanggal 10 April 1549. Berkat kepemimpinan Ratu Kalinyamat, dalam waktu singkat Jepara telah berkembang bukan saja sebagai Bandar terbesar di pesisir utara pulau Jawa, tetapi juga memiliki armada perang yang sangat kuat. Oleh penulis Portugis, Diego De Conto, Ratu Kalinyamat digambarkan sebagai “Rainha de Jepara senhora pederose e rica,” yakni Ratu Jepara, seorang wanita yang sangat berkuasa.

Ratu Kalinyamat yang berkuasa selama 30 tahun lebih, disamping pernah menyerang Malaka yang waktu itu dikuasai oleh kolonialisme Portugis sebanyak dua kali, juga telah terbukti berhasil membawa Jepara ke puncak kerjayaannya. Jepara berkembang menjadi bandar perdagangan terbesar di pesisir pulau Jawa. Pada era ini, kerajinan ukir mulai berkembang di Jepara. Salah satu bukti yang tak terelakkan adalah adanya ornamen di masjid Mantingan, di mana Pangeran Hadirin dimakamkan. Masjid yang dibangun pada pemerintahan Ratu Kalinyamat ini, panel-panel di dindingnya dihiasi dengan relief-relief berbentuk garis kurawal. Sedangkan motif hiasan yang dipilih dan dan terukir di sana berupa tumbuh-tumbuhan, bunga teratai dan hewan, gunung-gunungan, pertamanan, dan aroma kelelawar.

Ratu Kalinyamat kemudian digantikan oleh anak angkatnya yang bernama Pangeran Jepara yang berkuasa dari tahun 1549 sampai tahun 1599, saat mana ia harus mengakhiri kekuasaannya karena diserbu oleh Panembahan Senopati dari Mataram.
Setelah era kerajaan Jepara runtuh, diperkirakan terjadi kekosongan penguasa, sehingga sampai tahun 1616 tidak tercatat sejarah siapa yang memimpin Jepara. 

Baru pada tahun tersebut, Jepara tercatat dipimpin oleh 
  • Kyai Demang Laksamana yang kemudian digantikan berurut-urut oleh 
  • Kyai Wirasetia, 
  • Kyai Patra Manggala, 
  • Kyai Wiradika, 
  • Ngabehi Wangsadipa, 
  • Kyai Reksa Manggala, 
  • Kyai Waradika, 
  • Ngabehi Wangsadipa (jabatan kedua), 
  • Ngabehi Wiradika, 
  • Wira Atmaka, 
  • Kyai Ngabehi Wangsadipa, 
  • Tumenggung Martapura, 
  • Temenggung Sujanapura, 
  • Adipati Citro Sumo I, 
  • Citro Sumo II, dan 
  • Adipati Citro Sumo ke III yang sekaligus menutup sejarah era kerajaan Mataram di Jepara dan masuk pada era kekuasaan Belanda .
Namun pada masa transisi ini Blanda masih tetap memakai Adipati Citro Sumo III yang kemudian digantikan oleh Citro sumo IV, Citro Sumo V, dan Adipati Citro Sumo VI. Setelah Adipati Citro Sumo VI, Jepara kemudian dipimpin oleh Temenggung Cendol. Namun jabatan ini tidak lama, karena Setelah Adipati Citro Sumo VI kembali dari tuban tahun 1838, ia mendapatkan kepercayaan untuk menjabat sebagai Bupati Jepara yang kemudian di lanjutkan oleh Adipati Citro Sumo VII. Pada tanggal 22 Desember 1857, ia digantikan oleh iparnya yang bernama Raden Tumenggung Citro Wikromo, yang kemudian berturut-turut di gantikan oleh K.R.M.A.A. Sosroningrat, R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo, dan Sukahar, sekaligus mengakhiri era kekuasaan Belanda dan masuk pada era pemerintahan militer Jepang. Pada awal kekuasan Jepang, Bupati Jepara dipercayakan pada R.A.A. Soemitro Oetoyo yang menjabat hingga awal kemerdekaan, yaitu hingga bulan Desember 1949.

0 komentar:

Posting Komentar